MilenialPos.com – Sejak wabah virus corona merebak, hampir semua negara menutup sekolah dan memberlakukan pembelajaran jarak jauh. Namun, beberapa negara telah mulai memberikan kelonggaran berupa pembukaan sekolah, khususnya di zona hijau. Di satu sisi, sekolah tatap muka memang metode belajar paling ideal. Di sisi lain, masih ada risiko penularan Covid-19 di sekolah.
dr. Tuty Mariana, SpA, Dokter Spesialis Anak Primaya Hospital Bekasi Timur mengatakan bahwa hingga saat ini, belum diketahui pasti risiko infeksi Covid-19 pada anak-anak. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan dari jumlah total penderita Covid-19 di seluruh dunia, sebanyak 8,5 persen merupakan anak-anak berusia di bawah 18 tahun. Angka kematiannya pun lebih sedikit dan biasanya gejalanya lebih ringan. Namun tetap ada laporan pasien anak-anak yang kritis.
Sejumlah penelitian terbatas yang dilakukan oleh sejumlah negara mendapati risiko anak tertular Covid-19 lebih kecil ketimbang orang dewasa. Anak yang diteliti antara lain yang berumur di bawah 18 tahun, 15 tahun, dan 9 tahun. Namun, berbeda dengan anak usia di bawah 1 tahun, risiko terkena Covid-19 lebih besar.
“Salah satu faktor yang mungkin mempengaruhi risiko itu adalah sistem kekebalan anak. Pada anak usia di bawah 1 tahun, sistem kekebalannya masih lemah sehingga lebih rentan tertular Covid-19. Sedangkan anak yang lebih besar sudah sering diserang berbagai virus dan bakteri sehingga daya tahan tubuhnya lebih terlatih. Walau begitu, kemungkinan ini masih butuh penelitian lebih lanjut,” ujar dr. Tuty Mariana, SpA, Dokter Spesialis Anak Primaya Hospital Bekasi Timur.
Kemudian, bagaimanakah peran anak-anak dalam penularan Covid-19 di sekolah? Menurut WHO, peran anak-anak dalam penularan Covid-19 secara umum belum sepenuhnya dipahami. dr. Tuty Mariana, SpA, Dokter Spesialis Anak Primaya Hospital Bekasi Timur menambahkan bahwa hingga saat ini, sejumlah kluster muncul di sekolah-sekolah di berbagai negara karena biasanya gejala pada anak lebih sedikit dan sakitnya tidak terlalu parah, kasus positif kadang tak terdeteksi. Data studi awal pun menunjukkan tingkat penularan di kalangan remaja lebih tinggi ketimbang pada anak berusia lebih muda.
“Yang pasti, kesadaran anak untuk menerapkan protokol kesehatan secara umum lebih rendah ketimbang orang dewasa. Hal ini bisa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi peran anak-anak dalam penularan Covid-19 di sekolah,” ujar dr. Tuty Mariana, SpA, Dokter Spesialis Anak Primaya Hospital Bekasi Timur.
dr. Tuty Mariana, SpA, Dokter Spesialis Anak Primaya Hospital Bekasi Timur menginformasikan bahwa masa inkubasi virus corona pada anak-anak sama dengan orang dewasa. Adapun jarak antara paparan Covid-19 dan munculnya gejala pertama kali rata-rata 5-6 hari, selambatnya 14 hari. Meski demikian, ada laporan periode inkubasi virus ini bisa mencapai 24 hari. Karena itu, lama isolasi mandiri bagi anak juga sama dengan orang dewasa.
“Baik anak maupun orang tua mesti mematuhi pedoman mengenai karantina dan isolasi mandiri terkait dengan Covid-19 bila ada dugaan tertular. Sebaiknya segera menghindari kontak langsung dengan anggota keluarga lain yang memiliki penyakit bawaan atau komorbid yang serius,” ujar dr. Tuty Mariana, SpA, Dokter Spesialis Anak Primaya Hospital Bekasi Timur.
Bila memungkinkan, anak bisa menjalani isolasi mandiri di rumah. Risiko penularan Covid-19 dari anak selama masa isolasi tetap ada sehingga orang tua yang merawat masih harus menerapkan protokol kesehatan ketat hingga isolasi selesai.
Kemudian, haruskah anak dengan kondisi kesehatan tertentu (penyakit komorbid) boleh kembali ke sekolah? “Keputusan membolehkan anak kembali ke sekolah bergantung pada situasi penularan Covid-19 di lingkungan terkait, kesiapan sekolah dalam memberikan perlindungan, dan kesehatan anak itu sendiri. Bila ada masalah kesehatan yang membuat anak lebih rentan terhadap penularan Covid-19 di sekolah, orang tua sebaiknya memilih pembelajaran jarak jauh dulu,” ujar dr. Tuty Mariana, SpA, Dokter Spesialis Anak Primaya Hospital Bekasi Timur.
Namun, penyakit penyerta pada umumnya tidak ada atau belum muncul pada anak usia sekolah. Komorbid lebih banyak didapati pada orang dewasa, termasuk orang tua siswa. Itu sebabnya keputusan membuka kembali sekolah di tengah pandemi membutuhkan peran serta semua pemangku kepentingan.
Orang tua dan masyarakat umum wajib terus mematuhi protokol kesehatan guna mencegah penularan pada anak-anak siswa sekolah. Sebab, anak pun bisa terinfeksi virus di rumah atau di jalan saat perjalanan pergi atau pulang sekolah.
Haruskah guru dan staff dengan kondisi kesehatan (penyakit komorbid) boleh kembali ke sekolah? “Orang dewasa berusia 60 tahun ke atas dan masyarakat yang memiliki penyakit komorbid lebih berisiko sakit parah dan meninggal ketika terinfeksi virus corona. Maka dari itu, aturan pembukaan kembali sekolah mesti mengacu pada data tersebut,” ujar dr. Tuty Mariana, SpA, Dokter Spesialis Anak Primaya Hospital Bekasi Timur. Panduan dari pemerintah menyatakan guru dan staf bisa kembali ke sekolah asalkan sehat. Adapun bila ada penyakit komorbid, mesti dipastikan bahwa penyakit itu dalam kondisi terkendali.
Berikut ini adalah tips agar anak aman ke sekolah di tengah Pandemi Covid-19 menurut dr. Ria Yoanita, SpA, Dokter Spesialis Anak Primaya Evasari Hospital:
1. Cek Kesehatan Anak, Tetap di Rumah Jika Sakit
Di masa pandemi Covid-19, setidaknya ada termometer untuk mengukur suhu tubuh anak setiap hari. Akan lebih baik lagi jika ada thermo gun yang lebih cepat menampilkan hasil pengukuran suhu tanpa bersentuhan dengan permukaan kulit. Jika suhu tubuh anak di atas batas, batuk, dan sesak napas sebaiknya minta izin untuk tetap di rumah.
2. Mengajarkan Praktik Kebersihan untuk Anak
Kebanyakan anak memang cenderung sulit menjaga kebersihan. Untuk itu, diperlukan trik agar anak bisa malpractice hidup bersih.
- Mencuci Tangan
Orang tua bisa mengajari anak mencuci tangan sambil menyanyi dengan durasi sekitar 20 detik. Pilih lagu kesukaan anak agar hatinya senang saat mencuci tangan.
- Membawa Air Minum dan Peralatan Makan Sendiri dari Rumah
Di masa pandemi Covid-19, membeli makanan dan minuman dengan peralatan dari penjual berisiko menimbulkan penularan. Sebab, alat-alat itu digunakan oleh banyak orang secara bergantian. Meski sudah dicuci, tetap ada risiko penularan. Maka sebaiknya orang tua membawakan air minum dan makan sendiri dari rumah demi keamanan.
- Membuang Sampah pada Tempatnya
Situasi pandemi membuat ajaran buang sampah dengan benar ini kian mendesak untuk diterapkan. Ajari anak cara mengenakan masker yang benar dan ingatkan untuk merusak masker dulu sebelum membuangnya agar tidak digunakan ulang.
3. Etika Batuk dan Bersin
WHO memperingatkan agar semua orang menerapkan etika batuk dan bersin, yakni:
- Tidak melepas masker saat bersin atau batuk karena masker dapat menahan percikan.
- Segera buang masker dan ganti dengan yang baru bila sudah basah.
- Tidak menyentuh wajah saat bersin atau batuk. Gunakan tisu atau lengan baju bagian dalam untuk menutupi hidung dan mulut.
- Cuci tangan dengan air bersih dan sabun atau hand sanitizer setelah bersin atau batuk.
- Orang tua dapat mengajari etika ini dengan memberikan contoh kepada anak. Anak akan lebih mudah mengikuti bila melihat langsung contoh dari orang tua.
4. Memilih Transportasi untuk Pergi ke Sekolah di Masa Pandemi Covid-19
Tidak disarankan untuk menggunakan transportasi umum bagi siswa untuk pergi dan pulang dari sekolah. Sebaiknya antar dan jemput anak dengan kendaraan pribadi bila memungkinkan. Jika tidak, sekolah dapat berkoordinasi dengan dinas perhubungan di daerahnya untuk menyediakan sarana transportasi khusus siswa sekolah, tidak bercampur dengan masyarakat umum.
5. Tidak Menyentuh Wajah, Mata, Hidung dan Mulut
Droplet yang mengandung virus corona dapat memasuki tubuh manusia lewat tiga bagian yang berongga di wajah, yaitu mata, hidung, dan mulut. Orang tua mesti tidak putus mengingatkan buah hatinya agar senantiasa mengenakan masker di sekolah. Ingatkan pula supaya tidak menyentuh wajahnya dengan alasan apa pun. Bila hendak menyentuh wajah, cuci tangan dulu dengan sabun.
dr. Ria Yoanita, SpA, Dokter Spesialis Anak Primaya Evasari Hospital memberikan informasi tips dan skema menjaga jarak di sekolah. Surat keputusan bersama empat menteri juga mengatur soal jaga jarak untuk mencegah penularan Covid-19 di sekolah. Untuk sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dan sederajat, ada aturan jaga jarak minimal 1,5 meter dan tiap kelas berisi maksimal 18 peserta didik. Khusus bagi sekolah luar biasa dan pendidikan anak usia dini, maksimal peserta didik 5 orang per kelas. Sekolah juga wajib mengatur tata letak ruangan dengan pedoman:
- Jarak antar-orang 1,5 meter baik saat duduk, berdiri, maupun antre.
- Memberikan tanda jaga jarak di ruang-ruang sekolah.
- Sirkulasi udara di kelas harus memadai. Bila tak memadai, pembelajaran tatap muka dilangsungkan di ruang terbuka di area sekolah.
- Membuat pengaturan lalu lintas satu arah di lorong atau koridor dan tangga. Bila tak memungkinkan, harus ada tanda pemisah dan penanda arah jalur.
dr. Ria Yoanita, SpA, Dokter Spesialis Anak Primaya Evasari Hospital mengatakan bahwa tidak cukup dengan protokol kesehatan, penghuni sekolah mesti senantiasa menjaga kebersihan selama di sekolah. Salah satu caranya dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Untuk membantu penerapan PHBS, sekolah harus menyediakan sarana sanitasi dan kebersihan, seperti:
- Toilet bersih dan layak
- Tempat cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
- Disinfektan
Sekolah harus memiliki satuan tugas penanganan Covid-19 dengan berbagai tim di dalamnya. Tim ini berfungsi memastikan kebijakan dan infrastruktur guna mencegah penularan Covid-19 di sekolah telah tersedia dan terlaksana. Penyusunan kebijakan dan penyediaan infrastruktur berpedoman pada surat keputusan bersama empat menteri serta satuan tugas penanganan Covid-19.
Infrastruktur dalam hal ini termasuk tempat cuci tangan/hand sanitizer, thermo gun untuk mengecek suhu tubuh, ruangan dengan sirkulasi udara memadai, penanda jaga jarak di bangku dan lorong-lorong, serta ruangan isolasi bagi warga sekolah dengan gejala Covid-19. Adapun kebijakan mencakup aturan screening, penegakan protokol kesehatan, hingga tata cara ketika ada penghuni sekolah yang memerlukan penanganan karena sakit.