Artikel

Nyawa – Contoh Cerita Pendek yang Memilukan

MilenialPos.com – Halo sobat Milenial, ada yang kangen sama penulis? Bercanda koq hihi. Kembali lagi bersama penulis yang masih amatir ini. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin membahas sebuah karangan prosa yang dimana isinya bukanlah sebuah kejadian nyata. Melainkan sebuah cerita yang dibuat-buat saja atau dikarang, apalagi namanya kalau bukan Cerita Pendek atau yang biasa disebut Cerpen.

Dalam proses pembuatannya, bukanlah suatu hal yang mudah lho Sobat. Diperlukan sebuah kerangka pikiran, ide pokok cerita, bahasa yang digunakan, sudut pandang yang digunakan sampai kepada bagaimana alur cerita disertai dengan nama tokoh, tempat, waktu, dan latarnya. Semua perlu disiapkan secara matang lho Sobat! Cerpen yang baik ialah cerpen yang dikerjakan dan selesai.

Apapun yang ada di dalam isi kepalamu, tuangkan saja ke dalam cerpen yang kamu buat. Ada banyak tips untuk membuat cerita pendek. Seperti diantaranya memperbanyak koleksi referensi cerita pendek, dengan begitu Sobat akan lebih mudah menangkap lho bentuk Cerpen beserta dengan isinya seperti apa.

Perlu Sobat ketahui pula, para penulis terkenal atau pun pesohor tanah air tidak serta merta begitu saja membuat karyanya disukai banyak orang. Diperlukan banyak sekali batu loncatan sebelum mencapai ke titik itu. Untuk itu, yang perlu Sobat lakukan ialah membiasakan diri untuk menulis. Ingat kata pepatah? Bisa karena biasa. Jika memang Sobat tertarik untuk membuat karangan prosa berupa cerita pendek ini. Maka, tulislah karyamu itu sekarang! Mari bersama-sama belajar untuk membangun batu loncatan diri kita sendiri.

Terdapat satu cerpen, karya dari seorang teman yang sangat menarik dan unik. Penulis, ingin membagikannya pula kepada pembaca untuk menikmati sajian cerpen ini. Siapkan tisu yah sobat, karena ini adalah cerita sedih hehe.

Nyawa

Namaku Pi’i. Aku tinggal di gang kecil yang terhimpit bagunan rumah mewah. Tembok gang itu bercat putih yang sudah memudar ditikam sang waktu. Para pendahulu memberi nama sebutan Gang. Argabel. Biasanya yang menjadi hal rutin dipertengahan gang Argabel. Mereka menggelar dagangannya mulai dari kue kering dan kue basah. 

Selepas dari itu. Kukenalkan lebih dekat dengan fisikku dan kisah kelamku. Gaya rambut old school. Bukan gondrong atau di cukur miring. Aku tidak suka punya poni. Apa lagi panjang poni-nya sampai menutupi mataku. Risih!

Yang membuatku risih bukan hanya sekadar poni, tetapi …. Kelebihanku mengetahui nyawa seseorang saat meregang nyawa. Melalui indra penciumanku. Alih-alih menganggapnya sebuah kelebihan. Aku tak sudi. Pantasnya kusebut ia kutukan.

Keganjilan yang kualami sudah banyak orang yang tahu. Terutama kekasihku Najmi Ulya. Dia sangat paham dengan kondisiku lebih memilih lari dari kenyataan ketimbang bertahan menyaksikan tragedi kemalangan. Sungguhku tak sanggup lagi. Jika suatu saat nanti kutukkan ini menunjukkan kuasanya kepada perempuanku. Biarlah, biar ku korbankan mataku, telinga, kaki dan tangan. Bahkan jiwaku. 

Tatkala, aku pergi ke ruang perpustakaan.

Di sana kujumpai Najmi ulya. Dialah perempuanku duduk bersimpuh di pelataran. Jemarinya megapit buku fisik dari situs Cerpen.mu sampul bukunya berwarna putih, di sisinya bergambar daun hijau panjang meliuk hingga puncak buku. Itu adalah buku kegemarannya yang sering ia baca tatkala menyambangi perpustakaan. 

Aku berjalan mendekati perempuanku namun, tiba-tiba langkahku terhenti. Ada sesuatu yang menghujam indra penciumanku. Bau busuk yang sangat menyengat tercium dari tubuh Najmi. Aromanya melebihi seonggok bangkai. Aku nyaris muntah! Dadaku kembang kempis dalam irama cepat dan menghentak saat ini.

Jika aku mencium aroma bau busuk dari tubuh seseorang itu artinya … Orang itu hendak merangkul ajalnya.

Kurebahkan tubuhku di lantai. Duduk berdampingan dengan perempuan yang menyerahkan seluruh isi hatinya untukku miliki. Di dalam posisi terduduk, kepala Najmi meneleng menyandarkan di bahuku. Lalu tangannya meletakan buku bacaan di sisi kiri. Jemari lentik pun mengapit mengisi sela-sela jemariku yang kosong.

“Besok sayembara puisi segera dimulai. Kubuatkan puisi untukmu.” Aku mengangguk pelan.   Bagaimana mungkin aku bisa fokus dengan ucapannya sedangkan jiwaku tengah dihujam rasa cemas dengan buas. Jika keputusasaanku sanggup diselamatkan dengan bait-bait indah. Kutunggu-kutunggu ia melantunkan panorama keindahan dalam kalimat puisi. 

Jemarinya yang kugenggam dalam dekapan terlepas. Najmi langsung mengambil posisi berdiri. jaraknya 3 langkah dari hadapanku. Tangannya Mengangkat selembar kertas setinggi dadanya. 

“Untuk belahan jiwaku … Pi’i …” Suara itu terdengar tenang menyelusup di telingaku, Najmi tertegun seperti dilanda rasa pilu. Aku melihat dua sudut kelopaknya dirembesi air. Seolah ia tak mampu melanjutkan kalimatnya. Jemarinya meremas selembar kertas untuk meredam gelombang kesedihan berputar di batinnya. 

“Kenapa kamu menangis?” Aku hanya pura-pura bertanya hal itu, sepertinya dia sudah membaca pikiranku dan, tahu betul isi rencana kelam didalam batang otakku. Aku berdiri terpancang, lalu ku ayunkan kakiku menghampirinya. Dengan sigap Najmi memelukku erat-erat. 

“Kamu jangan pergi. Aku nggak yakin bisa hidup tanpamu di sisiku.” Suara Najmi menggeragap seraya memelukku tubuhku erat-erat. Air matanya membasahi kaos hitamku. 

“Cinta mengajariku sebuah arti ketulusan. Bukan hanya terpacu untuk memilikimu, melainkan melepasmu” Kurasakan pelukannya semakin kuat. Kubelai rambut hitamnya sembari kulawan arus yang menghisap tubuhku ke dalam kesedihan melebihi dalamnya palung Mariana. 

***

Keesokan harinya, di sekolahku sedang mengadakan acara sayembara puisi yang berlangsung di lapangan sekolah. Pesertanya lumayan banyak dari kalangan kelas 1, 2 dan 3. Para siswa berseragam putih abu-abu berkumpul, bergerombol memenuhi area lapangan. Seringkali aku mendengar gelak tawa, senda gurau mereka menyemarakkan suasana, Namun di dalam keramaian aku dihujam kesepian. 

Di sekolah ini. Aku tidak punya teman sepermainan. 

Mereka membenciku lantaran aku mempunyai kelebihan mengetahui kapan mereka meregang nyawa. Selepas dari itu kakiku merangket di ujung koridor sekolah. Mataku terpana pada perempuanku menancapkan kakinya di atas panggung sayembara. Terlihat cukup jauh, tapi terasa lekat. Memory kenangan manis saat bersamanya bergantang-gantang di dalam onggokan otakku. 

Kurasakan dua retinaku dirembesi air hingga menyungai di pipiku. Aku menjiwai perjalanan dalam hal mencintai. Kutemui arti ketulusan cinta. Ku tegarkan hati kecilku melepas ia untuk meraih kebahagiaan. Bukan bersamaku memang, tetapi dengan pria lain. Kutinggalkan perempuanku yang terkesiap melantunkan bait puisi dalam romantika cinta yang mengantarku ke masa berpulangku. 

Fokusku berganti arah ke batang kakiku menyusuri koridor sekolah yang terlihat ramai di mataku, namun terasa senyap dalam jiwaku. Kuhentikan langkah kakiku di tepi balkon sekolah yang berada di lantai 3. Kedua bola mataku membulat kencang menunduk ke bawah. Kutangkap pemandangan lantai berbatu yang akan meremukan belulangku.

Kurasakan hembusan angin mengalun nada puisi sedang Najmi lantunkan di bawah sana. Mataku terpejam. 

Untuk belahan jiwaku Pi’i .. Aku berduka.

Tuhan jangan membuatku gelisah, peluklah ia agar membunuh kegelisahanku. 

Tuhan jangan membuatku menangis. Baringkan dia di sisimu agar ia menghentikan tangisanku.

Tubuhku terpelanting, melayang di udara… 

Puisi itu untukku. Maka sayup-sayup ku jaga kelopak mataku agar tidak tertutup. Hanya untuk mendengar sepenggal akhir kalimat yang membebat keindahan. 

Terima kasih Tuhan, kini ia bersamamu.

Tolong jaga dia sampai aku memintanya kembali. Bukan di kehidupan ini. Tapi di kehidupan nanti.

Kini kelopak mataku tertutup sempurna. Kegelapan menyelubungi retinaku.  Berbarengan dengan darah segar menyembul keluar dari kepalaku yang pecah. menghantam bumi. Aku menggelepar tewas. 

Karya : Faisal Fajri

Itulah salah satu cerpen menarik dalam sudut pandang penulis. Cerpen dengan alur maju mundur ini, rupanya mampu membawa penulis terhanyut dalam kesedihan. Sobat Milenial juga dapat memberi saran, masukan, serta kritik yang membangun untuk penulis cerpen diatas melalui Instagram pribadinya yakni @xfaisalfajrix

Selain itu, Sobat Milenial juga dapat menyampaikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis melalui kolom komentar yaaa Sobat!

Have a nice day 🙂

Don’t forget to pray!

Salam Berkarya. Salam Milenial.

Tags

Jannatul Ma'wah

Lulusan Sarjana Pendidikan Non Formal dengan Indeks Prestasi Kumulatif 3,79/4.00. Pribadi yang memiliki rasa percaya diri dan semangat yang tinggi. Mampu bekerjasama dalam tim maupun secara individu. Mampu bekerja dibawah tekanan dan sangat berambisi untuk terus belajar. Memiliki banyak pengalaman baik dalam berorganisasi maupun berprestasi terutama dalam mengajar dan menulis. Ingin mengenal lebih dekat kunjungi profil Instagram @Jannah_1409 atau Jannatul.mawah1409@gmail.com

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close
Close