Travel

ASITA Jabar Gelar Diskusi Ilmiah ‘Pentingnya Pendidikan Luar Kelas bagi Pelajar’: Usulkan Evaluasi, Bukan Penghapusan Study Tour

MILENIALPOS.com – Kebijakan larangan study tour yang diberlakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) melalui Surat Edaran Gubernur Jabar Nomor: 64/PK.01/Kesra Tahun 2024 menuai beragam reaksi. Menanggapi hal tersebut, Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Jawa Barat menggelar diskusi ilmiah bertajuk “Pentingnya Pendidikan Luar Kelas bagi Pelajar di Jawa Barat” di Restoran Sindang Reret, Jalan Surapati, Kota Bandung pada Kamis 6 Maret 2025.

Ketua ASITA Jawa Barat, Daniel Guna Nugraha, menyoroti dampak luas yang ditimbulkan oleh kebijakan ini, tidak hanya bagi industri pariwisata tetapi juga bagi pelaku usaha kecil dan sektor-sektor pendukung lainnya.

“Pariwisata sudah menjadi industri dengan banyak sektor dan subsektor yang terlibat. Tidak hanya perjalanan, transportasi, destinasi, hotel, restoran, dan katering, tetapi juga pedagang kaki lima yang turut terdampak,” ungkap Daniel

Menurut Daniel, larangan ini juga mendapat perhatian dari daerah lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ia menjelaskan bahwa selama ini, banyak sekolah di Jabar yang memilih destinasi di luar provinsi, sehingga kebijakan tersebut juga berimbas pada sektor pariwisata daerah lain.

Sebagai upaya mencari solusi, ASITA Jabar menghadirkan akademisi dari Poltekpar NHI dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), serta perwakilan Dinas Pendidikan dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jabar dalam diskusi ilmiah tersebut. Dari hasil diskusi, ASITA Jabar mengusulkan agar study tour tidak dihapus sepenuhnya, melainkan dievaluasi untuk disesuaikan dengan esensi pendidikan.

“Apabila langsung dihilangkan, efek domino terhadap ekosistem industri wisata akan besar. Tidak hanya bagi perusahaan perjalanan wisata, tetapi juga bagi pelaku usaha kecil,” tambah Daniel.

Ia menekankan pentingnya memastikan bahwa study tour selaras dengan konten mata pelajaran dan memiliki tata kelola yang lebih baik. Salah satu usulan yang muncul adalah membatasi study tour hanya di dalam wilayah Jawa Barat guna mendukung sektor pariwisata lokal.

“Bekasi memiliki wisata industri yang sangat cocok untuk pelajar SMK teknik. Cirebon punya Batik Trusmi, keraton, kasultanan, dan Kanoman sebagai alternatif wisata budaya. Ini bisa menjadi opsi pengganti bagi sekolah di Bogor atau Cianjur yang biasanya memilih Yogyakarta,” jelasnya.

Kritik terhadap Industri Pariwisata dan Regulasi Travel

Daniel juga mengungkapkan bahwa larangan study tour ini menjadi kritik bagi industri wisata itu sendiri, terutama dalam aspek regulasi perjalanan wisata. Ia menyoroti banyaknya agen travel yang belum memiliki izin resmi dan tidak tergabung dalam ASITA.

“Sebagai asosiasi, kami harus bersikap dan menyuarakan pentingnya legalitas usaha travel. Masih banyak travel bodong yang belum memiliki izin resmi dan ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua,” ujar Daniel.

Respons Dinas Pendidikan dan Pariwisata Jawa Barat

Kepala Bidang Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Dinas Pendidikan Provinsi Jabar, AI Nur Hasan, menegaskan bahwa larangan study tour tidak berarti melarang siswa untuk berwisata. Ia menekankan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menghindari pembebanan biaya kepada orang tua.

“Yang kita larang adalah study tour berlabel sekolah. Jika siswa ingin berwisata, silakan dilakukan di hari libur dengan orang tua, tetapi bukan dalam rangkaian pembelajaran sekolah,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemprov Jabar, Chandra Wulan, mengakui bahwa kebijakan ini menimbulkan keresahan di kalangan pelaku industri pariwisata. Namun, ia menegaskan bahwa pendidikan luar kelas tidak harus diidentikkan dengan wisata rekreasi semata.

“Jika berbicara tentang pergerakan wisata, kita juga harus melihat dampaknya secara lebih luas. Kita ingin berorientasi pada kebutuhan dasar pendidikan terlebih dahulu, bukan sekadar piknik,” katanya.

Hasil dari diskusi ilmiah ini akan disampaikan ASITA Jabar kepada Pemerintah dan DPRD Jawa Barat untuk dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan ke depan. ASITA berharap ada solusi terbaik yang tetap menjaga nilai pendidikan luar kelas bagi pelajar tanpa mengorbankan ekosistem industri pariwisata. (beritabandungraya)

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Close
Close